Analisis
Kasus Berdasarkan Pada Teori Psikologi Positif (Viktor Frankl)
I. KASUS
Ibu Esra berusia 47 tahun dan
sehari-hari bekerja sebagai seorang petani. Dia memiliki 3 orang anak; dua
orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Ibu Esra hanyalah seorang ibu
rumah tangga biasa tanpa hal berlebih.
Jalan hidup yang harus dihadapi oleh
ibu Esra tidaklah mudah, bahkan analogi jalan berkerikil dan berlubang pun
tidak dapat disandingkan dengan apa yang dialaminya didalam kehidupan. Dia
harus menghidupi ketiga orang anaknya sendiri tanpa seorang suami yang
sehearusnya menghidupi istri dan anaknya, tanpa ‘gubuk hangat’ yang dapat
menjaga dari serangan hujan badai, atau bahkan tanpa seorang ‘Mario Teguh’
tempat bertukar pikiran saat persoalan datang menerpa.
Ya, suami ibu Esra telah lama meninngal
dunia, hal ini menyisakan luka yang sangat mendalam bagi ibu Esra dan
keluarganya. Suami ibu Esra meninggal akibat kecelakaan lalu lintas pada saat
mengemudi mobil, ketika itu anak ketiga ibu Esra masih berusia 4 bulan. Hal
yang menyedihkan adalah dihari ketika suaminya hendak dikuburkan, dihari
tersebut pula anak ketiga ibu Esra dibaptiskan di Gereja, ibu Esra akhirnya
mengambil keputusan untuk pergi ke gereja dengan menggendong bayinya untuk
menerima baptisan kudus sejenak, lalu segera pulang ke rumah untuk melakukan
prosesi penguburan suami tercinta.
Inilah awal dari perjalanan hidup yang
sangat panjang yang harus dilalui oleh Ibu Esra, menghidupi ketiga orang anak
yang masih kecil sendirian, tanpa kehadiran seorang suami disisinya. Ditambah
lagi dengan ketidakpedulian keluarga dari pihak suaminya yang pergi begitu saja
tanpa memberi kabar apapun atau bahkan sekedar menanyakan kabar mereka hingga
belasan tahun. Dimana ibu Esra harus rela melepaskan apa yang menjadi haknya,
dalam hal ini adalah harta warisan suaminya, tak perlu ber-ekspektasi untuk
membangun usaha, sesaat untuk dapat membantu ibu Esra dalam menghidupi tiga
orang anaknya, atau yang dapat membantu kehidupan sehari-harinya saja tidak
bisa, kehilangan apa yang seharusnya menjadi hak anak-anaknya.
Belasan tahun Ibu Esra menghadapi
semuanya dengan senyum, berhutang kesana kemari, dengan pandangan rendah dan
remeh tetangga-tetangga sekitar, berhidang nasi hangat dengan paduan ikan asin
dalam hari-hari, menghadapai tingkah nakal anak-anak kecilnya dengan balutan
senyum sederhana namun tulus, baju baru adalah hal langka, dan sebungkus chiki
adalah hal yang sangat mewah bagi ketiga anak tulus ini. Hari berganti hari,
namun pohon kehidupan ini belum juga memunculkan buahnya, kering namun tetap
terus bertahan ditengah padang pasir yang kering.
Sekarang, anak-anak ini telah bertambah
besar, tubuh ibu Esra pun bertambah renta, pohon itu mulai menunjukkan buah.
Anak tertua telah beranjak dewasa, menunjukkan tanggung jawab terhadap orangtua
satu-satunya, mulai berdiri melawan keserakahan adik dari ayahnya, mulai
berdiri memperjuangkan apa yang menjadi haknya untuk memperbaiki hidup yang
selama ini dipandang hina orang sekitar. Tuhan tidak pernah tinggal diam,
selalu ada pelangi setelah banyak hujan yang turun. Senyum memang tidak
selamanya akan ada diwajah seorang insan, tapi senyum selalu menghiasi wajah
seseorang dengan durasi yang tidak sama, dari yang sering sampai yang sangat jarang,
tergantung bagaimana orang tersebut bisa menghadapi setiap persoalan yang
datang dalam hidup. Apakah akan tetap tersenyum dan melaju ditengah badai
hingga badai itu terlewati, ataukah berteduh ditengah badai tanpa berani untuk
maju melawan badai dan akhirnya terperangkap dalam puing-puing kehidupan sampai
memasrahkan diri. Kesabaran dan keteguhan hidup bahwa semua akan indah pada
waktunya akan membawa senyuman yang semakin sering pada wajah tiap insan yang
masih percaya dan memaknai hidup dengan baik.
II. TEORI VIKTOR FRANKL
Viktor Emil Frankl dilahirkan dalam
keluarga Yahudi pada tanggal 26 Maret 1905 di Austria dan meninggal dunia pada
tanggal 02 September 1997 di Austria. Nilai-nilai dan kepercayaan Yahudi
memiliki pengaruh yang kuat terhadap Frankl. Ini pulalah yang membuat Frankl memiliki
minat yang besar didalam persoalan keagamaan, khususnya dalam konteks makna
dari hidup. Dan merupakan seorang tokoh neurologi dan psikiater.
Viktor Emil Frankl merupakan penggagas
dari aliran logotherapy, dimana Viktor Frankl dipengaruhi oleh teori Eksistensial.
Logotherapy merupakan gabungan dari kata logos yang berarti meaning (makna),
ini berarti logotherapy merupakan terapi yang melampauin makna, dimana selama
kamu masih memiliki makna (arti) dari hidup, sesusah dan seberat apapun hidup
yang kamu jalani, kamu pasti akan dapat melewatinya.
Landasan Filosofi dari Viktor Frankl:
1.
The
Freedom of Will
Yaitu kebebasan seseorang untuk
bertanggung jawab.
2.
The
Will to Meaning
Merupakan motivasi dasar manusia yang
tertuju kepada hal-hal dasar diluar diri individu itu sendiri sehingga The Will
to Meaning ini tidak bersifat self-centered.
3.
The
Meaning of Life
-
Dapat
ditemukan dalam kehidupan manusia dan merupakan sesuatu yang unik, personal,
dan juga spesifik.
-
The
Meaning of Life tidak dapat kita terima dari orang lain ataupun diberikan oleh
orang lain, sebab kita harus dapat menemukannya dengan diri kita sendiri.
Sumber Makna Hidup Menurut Viktor
Frankl:
1.
Creative
Values
Makna hidup seseorang hendaknya berasal
dari berkarya, bekerja, menciptakan, dan melaksanakannya karena seorang
individu memang mencintai apa yang dikerjakannya.
2.
Experiental
Values
Bagaimana seorang individu meyakini dan
memahami kebenaran yang ada, nilai-nilai keyakinan, keindahan, cinta kasih,
serta keimanannya.
3.
Attitudinal
Values
Bagaimana seorang individu dapat
mengambil sikap dan langkah yang tepat dan pasti terhadap suatu peristiwa buruk
yang menimpanya dan tidak dapat dihindarinya.
III. PEMBAHASAN TEORI
Ibu Esra telah memiliki makna dalam
hidupnya, dia telah memilih untuk bertanggung jawab menghidupi ketiga anaknya
sendirian (The Freedom of Will), yang menjadi motivasi dalam hidupnya
bukan lagi terletak dalam dirinya melainkan telah tertuju pada anak-anaknya (The
Will to Meaning), bukan karena paksaan ataupun hal lainnya Ibu Esra
memilih untuk dengan tulus, kasih sayang, dan tetap tersenyum merawat
anak-anaknya (The Meaning of Life).
Bekerja keras dengan tulus tanpa
keluhan (creative values), bertani dari pagi hingga sore hari, dengan
peluh keringat disaat ibu-ibu sebayanya tidak bekerja sekeras ini (attitudinal
values), namun tetap percaya bahwa semua ini kelak akan terbalaskan
pada saat yang tepat (experiental values).
Schultz dan Schultz. 2005. Theories of Personality
http://www.referensimakalah.com/biografi-viktor-emil-frankl.htm?m=1